Dalam perjalanan hidup manusia, tidak akan pernah lepas dari
yang namanya cinta. Cinta akan selalu ada dalam suatu dimensi yang namanya
manusia. Manusia dicipta dengan penuh cinta, dan tanpa cinta manusia tak akan
lahir. Manusia diciptakan di jagad bumi mengembangan cinta dari tuhan sebagai
khalifah di muka bumi. Yang menjadi
pertanyaan besar sekarang ini adalah pemaknaan akan cinta dalam realitas hidup
ini. Apakah cinta dimaknai sebagai sesuatu yang fitrah yang mesti dijaga
ataukah suatu wujud rasa yang mesti diagungkan.
Ketika memberikan sebuah defenisi akan cinta, akan lahir
beberapa defenisi yang tentu saja akan berbeda dari segi substansi atau hakikat
cinta itu. Hal ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda pula. Semakin tinggi
tingkat pemahaman terhadap suatu norma atau prilaku, akan semakin kompleks
penjabaran defenisi itu.
Pemberian pemaknaan akan cinta akan senasib dengan pemberian
defenisi tadi. Defenisi yang akan mengantarkan pada suatu substansi kadang
dikaburkan oleh ego bahkan nafsu seseorang. Pemaknaan yang salah sebagai sebuah
aktualisasi dari cinta seperti pacaran akan mengantarkan pada suatu upaya untuk
mendeskreditkan cinta yang luhur sebagai fitrah kemanusiaan. Disamping itu,
pemaknaan akan cinta dengan rasa suka harus berani dibedakan. Cinta adalah
fitrah yang sifatnya abstrak sehingga perwujudannya berada dalam area metafisik
(inmaterial). Sedangkan rasa suka, adalah wujud rasa ketertarikan kepada
hal yang bersifat materi.
Pada tulisan ini, penulis coba hadirkan pendefenisian akan
cinta dan arah cinta yang sebenarnya. Penulis memberanikan diri memberikan
paradigma baru atau sedikit lain dari paradigma ortodok yang selama ini
mencecoki ruang nalar manusia dengan sudut pandang ideologis (perspektif
islam). Karya ini merupakan hasil konklusi dari berbagai literature dan
buku-buku yang mengkonstruk tulisan ini.
Pengertian Cinta Kasih
Pendefenisian dalam perspektif
terminology (bahasa), cinta kasih dapat diuaraikan Cinta kasih adalah kata
majemuk yang telah merupakan ungkapan tetap yang berupa paduan antara kata
sifat yang terdiri dari kata “cinta” dan “kasih”. Cinta akan diartikan sebagai
rasa rindu, ingin, sangat suka, sangat saying, sangat kasih dan tertarik
hatinya. Sedangkan kasih diartikan sebagai perasaan saying, cinta, atau suka
kepada.
Dari kata cinta kasih ini, lahir
pula beberapa padanan kata yang hampir semakna. Sebut misalnya, “kasih sayang”,
“belas kasihan”, “kemesraan” dan “pemujaan”. Cinta kasih merupakan inti dari
keberadaan manusia ( the core of existence ). Dalam konteks lain, cinta kasih
mengandung makna yang lain, seperti “jatuh cinta”, “dilamun asmara”, “cinta
orang tua kepada anak atau sebaliknya”, “cinta pada alam dan seni”, “cinta
kepada negara”, “cinta sesama manusia” dan yang lebih tinggi “cinta kepada
Allah Swt.”.
Semua istilah tersebut di atas tidak
sama, akan tetapi merupakan variasi-variasi dari sekian banyak istilah.
Istilah-istilah ini merupakan padanan yang sangat memiliki arti yang mengarah
pada satu pemaknaan yang utuh. Sehingga melahirkan tingkatan-tingkatan cinta.
Realitas yang tersaji sekarang dihadapan kita (kondisi internal dan eksternal
masing-masing individu) sangat memungkinkan memberikan tingkatan pada cinta
itu. Sehingga lahir ‘cinta kasih yang rendah’, ‘cintah kasih yang menengah’,
dan ‘cinta kasih yang tinggi dan luhur’.
Tingkatan cinta ini bisa saja lahir
karena factor pemahaman atau tingkat intelegensi seseorang atau bahkan tingkat
keimanan dan ketakwaan seseorang. Manusia dalam hal ini insan pecinta, tidak
selamanya akan berada dalam tingkatan cinta tersebut. Cinta kasih yang rendah
yang hanya sekedar menganggap cinta adalah sebuah rasa yang mesti diekspresikan
seketika yang tanpa control dan nilai (absurd). Pecinta seperti ini cenderung
melakukan aktivitas yang menamakan cinta namun bukan sebenarnya cinta. Tidak
diperlukan control dalam penjabarannya bahkan cinta yang dimaksudkan memiliki nilai
tapi seyogyanya tidak ada nilai kecuali ego dan nafsu semata yang bermain di
dalamnya.
Cinta menengah lahir dikarenakan
adanya paradigma bahwa cinta memiliki nilai namun tidak ada control maupun
norma yang mengatur aplikasi. Pecinta seperti ini cenderung apatis bahkan boleh
dikatakan manusia pragmatis. Nilai dimaknai sekedar pemenuhan hasrat dan rasa.
Cinta ini tak bisa lagi dibedakan dengan nafsu. Pecinta ini melahirkan prilaku
pacaran, dan sejenisnya. Penilaian akan cinta hanya sekedar sebagai rasa yang
mesti diwujudkan. Kalaupun ada control yang bermain, disana hanya berupa
rasionalisasi (hasil pemikiran) yang mengedapankan ego (egosentris ; tak
semestinya juga ego diabaikan). Norma yang dianggap sebagai control hanya norma
masyarakat. Selama tidak ada yang diganggu dan dirugikan, dan tak melewati
batas kemanusiaan akan tetap dijalaninya.
Penggambaran akan aktualisasi cinta
seperti di atas sudah sangat jauh dari fungsi dan peran manusia sebagai abdi
sekaligus khalifah di muka bumi. Cinta rendah tak ubahnya seperti binatang
(tidak adanya peran akal yang bermain dalam tataran prilaku), sedangkan pecinta
tipe kedua memeliki pribadi ganda (split personality). Lalu bagaimana
aktualisasi cinta yang sebenarnya yang luhur dan memiliki derajat yang tinggi?
Kita akan uraikan pada penjabaran selanjutnya.
Dalam perspektif peradaban Yunani,
cinta dibagi dalam tiga jenis. Ketiga jenis itu adalah;
1) Cinta Egape, ialah cinta manusia kepada Tuhan yang
diwujudkan dengan komunukasi ritual (vertical/horizontal).
2) Cinta Philia, ialah cinta kepada
ayah-ibu (orang tua), keluarga, saudara, sahabat, dan sesama manusia.
3) Cinta Eros / Amos, ialah cinta
antara pria dan wanita (suami dan istri).
Cinta kasih tidak hanya sekedar cinta belaka, akan tetapi
cinta kasih itu timbul dari lubuk hati manusia yang sifatnya kekal dan tak akan
pernah berubah. Dengan cinta kasih ini, manusia akan selalu berbahagia dan
menderita di dalam hidupnya. Cinta sebagai keperluan fundemantal memang tidak
mudah diterangkan atau didefenisikan.
Mengacu pada perspektif sekarang, yaitu dalam hubungan cinta
kasih yang timbul antara dua jenis manusia yang berbeda kelamin dapat dibedakan
dalam empat macam pertumbuhan cinta, yaitu :
a .Cinta
kasih karena kebiasaan
Adalah cinta yang diperoleh berdasarkan tradisi masyarakat
yang dibiasakan, seperti menikahkan anak-anak yang sebelumnya tidak saling
kenal dan cinta tumbuh karena ikatan sudah ada.
b. Cinta
kasih karena penglihatan
Manusia sebagai makhluk social mempunyai kodrat terbaik pada
suatu obyek yang dipandang indah, cantik, menarik, dan lain-lain.
c.Cinta kasih karena kepercayaan
Adalah cinta kasih yang lahir dari kepercayaan atau
keyakinan. Hubungan untuk memadu cinta kasih biasanya diperlukan waktu yang
cukup lama untuk saling menyelidiki karakter, dan saling memupuk cinta kasih.
d.Cinta kasih karena angan-angan
Adalah cinta yang lahir dari pengaruh angan-angan atau
khayal saja, cinta yang penuh fantasi.
Menurut teori, cinta adalah sikap
dasar untuk memperhatikan kepuasan dan ketentraman serta perkembangan orang
yang kita cintai. Prakteknya, cinta berarti bersedia melepas kesenangan,
mengabadikan waktu, bahkan mengorbankan ketentraman kita demi peningkatan
kepuasan, ketentraman, dan perkembangan orang lain. Namun, menerangkan anatomi
cinta sangat sulit.
Menurut Erich From, cinta
merupakan tindakan aktif (bukan pasif). Berdiri di dalam cinta (bukan jatuh di
dalamnya), memberi (bukan menerima). Sedang R.M. Rilke, cinta merupakan
dorongan luhur bagi seseorang untuk menuju kematangan, untuk menjadi
sesuatu dalam dirinya sendiri maupun orang lain. Kita akan coba sajikan
beberapa unsur-unsur cinta.
1)
Kasih Sayang
Menurut Mery Lutyens, bahwa kasih saying adalah
factual, bukan sentimental yang mengandung emosional yang dapat ditangisi
kepergiannya maupun kedatangannya. Memiliki kasih sayang berarti memiliki
simpatik, ia bebas dari rasa takut, paksaan dan kewibawaan serta tindakan akal
budi pada diri sendiri. Dalam kasih saying, sadar atau tidak sadar dari
masing-masing pihak dituntut “tanggung jawab”, “pengorbanan”, “kejujuran”,
“pengertian”, dan “keterbukaan” sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh.
2)
Kemesraan
Menurut Suryadi, bahwa kemesraan berasal dari kata
“mesra” yang artinya simpati yang akrab. Kemesraan adalah hubungan akrab antara
setiap individu.
3)
Belas Kasih
Belas kasih adalah hati yang iba dan rasa saying atau cinta
kepada sesuatu atau seseorang. Arti lain yakni mengucapkan syukur, maksudnya merupakan
pemberian itu menyentuh rasa kebutuhan seseorang yang diberi. Dalam menumpahkan
belas kasihan, benar-benar harus keluar dari hati yang ikhlas, tidak terkandung
unsure pamrih. Maksudnya, yang berbelas kasihan dapat merasakan penderitaan
orang yang dibelas kasihi. Karena kita sekarang berada pada kemanusiaan dan
kesadaran hokum yang menjadi nilai universal, maka setiap permasalahan harus
didekati secara professional.
4)
Pemujaan dan Pemujian
Pemujaan merupakan bentuk penghormatan seseorang kepada
sesuatu yang tentu akan melahirkan pujian sebagai bentuk apresiasi bahkan boleh
dikatakan sebagai bagian dari penghormatan itu sendiri. Di dalamnya, ada makna
ketakjuban dan penghargaan atas segala kebaikan dan kelebihan.
Memanifestikan cinta banyak sekali ragamnya, salah satunya
dengan melalui lambang. Lambang dalam hal ini merupakan sebuah bentuk media
dalam mengungkapkan rasa cinta itu. Lambing dapat berupa bahasa, seperti
cerita, pantun, syair, puisi, dan lain-lain. Dapat berupa gerak, seperti tari.
Dapat berupa suara atau bunyi, seperti lagu dan musik. Dapat berupa warna dan
rupa, seperti lukisan, hiasan, bangunan, dan lain-lain. Tapi perlu dipahami,
lambang yang disebutkan di atas maupun jenis lambang yang lain bukan merupakan
objek cinta (yang oerlu dicurahkan rasa cinta), akan tetapi lambang-lambang
tersebut adalah jalan atau cara bahkan nerupakan media untuk mencintai.